Pada 25 Maret 2022, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia menetapkan Peraturan Menteri LHK Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pengolahan Air Sisa Proses bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan menggunakan Metode Lahan Basah Buatan.
Peraturan ini mewajibkan setiap usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan air sisa proses untuk mengolah air sisa proses terlebih dahulu sebelum dilepas kembali ke media lingkungan dan mendorong agar kegiatan pengolahan air sisa proses dari usaha dan/atau kegiatan pertambangan dilakukan sesuai standar teknologi dengan metode Lahan Basah Buatan dengan tujuan mencegah pencemaran air dan melindungi lingkungan.
Lahan Basah Buatan adalah ekosistem yang didesain khusus untuk memurnikan air tercemar dengan mengoptimalkan proses fisika dan biokimia yang melibatkan tanaman, mikroba, dan tanah yang tergenang air. Pada umumnya, Lahan Basah Buatan bekerja optimal dengan memanfaatkan tanaman air. Namun, untuk menentukan spesies tumbuhan dan jenis mikroorganisme yang paling tepat menjadi adsorben pencemar pada lahan basah perlu dilakukan uji coba terhadap jenis tumbuhan dan mikroorganisme menyesuaikan dengan karakteristik air sisa proses secara aktual. Sebagai alternatif, dikarenakan sistem yang berbeda memiliki tujuan dan standar yang berbeda, kita dapat menyadur dari referensi penelitian penerapan Lahan Basah Buatan dengan sumber air limbah proses yang memiliki karakteristik yang sama.
Hal yang patut dipertimbangkan dalam pemilihan tanaman adalah toleran terhadap air sisa proses, mampu menguraikan dan menjadi adsorben senyawa atau unsur yang terkandung dalam air sisa proses, serta pengaruhnya terhadap lingkungan. Adapun untuk mengetahui tingkat toleransi tanaman terhadap kandungan limbah, perlu dilakukan pengamatan tingkat pertumbuhan tanaman dalam lahan basah terlebih dahulu.
Lahan Basah Buatan diketahui mempunyai beberapa manfaat seperti pengolahan air sisa proses yang efektif, hemat energi, biaya lebih murah dibandingkan dengan sistem konvensional, dapat menjadi media daur ulang sampah organic melalui penggunaan produk kompos, memberikan nilai estetika, komersial, dan dapat berfungsi sebagai habitat bagi kehidupan biota air dan satwa liar dengan berkembangnya flora dan fauna yang dapat beradaptasi.
Untuk dapat menerapkan teknologi Lahan Basah Buatan, ada tiga syarat yang harus dipenuhi:
- Lokasi
Lokasi Lahan Basah Buatan harus berada di area pertambangan, dapat diakses dengan kendaraan operasional, diutamakan berada pada calon lokasi disposal atau disposal yang sudah terbentuk, tidak boleh berada di kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi dan/atau merupakan situs arkeologi, berjarak 200 meter dari pemukiman dan kawasan wisata dan 100 meter dari sumur, terletak pada topografi yang datar dengan nilai kemiringan lahan paling tinggi 5%, memiliki tanah yang cukup padat untuk meminimalkan kebocoran, tidak berada pada dataran banjir dan letaknya lebih tinggi dari Badan Air penerima, sehingga Air hasil pengolahan dapat dialirkan langsung ke Badan Air penerima, serta tidak mengancam keberadaan satwa liar.
- Fasilitas
Persyaratan fasilitas Lahan Basah Buatan terdiri atas: sarana utama, meliputi unit pra pengolahan dan unit instalasi Pengolahan Air Sisa Proses Lahan Basah Buatan serta sarana pendukung, meliputi tanggul, jalan akses, dan tempat penampungan lumpur atau endapan material.
- Pemantauan
Pemantauan dilakukan secara terus-menerus dan dalam jaringan terhadap pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Baku Mutu Air Sisa Proses, Baku Mutu Badan Air Permukaan, serta operasional dan bangunan fasilitas Lahan Basah Buatan.
Dalam pengolahan air sisa proses tambang, PT Agincourt Resources (PTAR), selaku pengelola Tambang Emas Martabe, sampai saat ini telah mengoperasikan Water Polishing Plant (WPP) sebagai instalasi pengolahan air limbah pertambangan sesuai dengan dokumen lingkungan yang telah disetujui. Instalasi ini juga digunakan untuk melakukan pengolahan air permukaan yang terkumpul di Sediment Dam 1 dan Sediment Dam 2.
Perlakuan yang dilakukan pada instalasi pengolah air ditujukan untuk menurunkan konsentrasi bahan pencemar, terutama untuk air yang berasal dari fasilitas Tailing Storage Facilities (TSF), dan mengendapkan logam-logam alami terlarut. Pada perlakuan akhir ditambahkan flokulan yang biasa digunakan untuk proses penjernihan air sehingga padatan terlarut mengendap dan air sisa proses yang telah diolah menjadi lebih jernih.
Air sisa proses wajib memenuhi Baku Mutu yang dipersyaratkan sebelum dialirkan ke badan air permukaan. Hal ini sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan Pertambangan Bijih Emas dan/atau Tembaga. Sedangkan padatan yang mengendap ditempatkan di Tailing Storage Facilities (TSF).
Selanjutnya, PTAR melakukan pemantauan dan pengawasan berkala atas kualitas air sisa proses tersebut yang dialirkan ke badan air permukaan Sungai Batangtoru. Lokasi pengambilan sampel air dimulai pada titik ujung masuk pipa air sisa proses (inlet) dan ujung keluar pipa air sisa proses (outlet), Sungai Batangtoru pada 500 meter sebelum titik pelepasan air, titik percampuran air sisa proses dan air Sungai Batangtoru (outfall), serta 500 meter, 1000 meter, 2000 meter, dan 3000 meter setelah pelepasan air, sesuai dengan Peraturan Menteri LHK No.P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 tentang Pemantauan Kualitas Air Limbah Secara Terus-Menerus dan Dalam Jaringan Bagi Usaha dan/atau Kegiatan.
Kegiatan pemantauan ini dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatra Utara, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatra Utara dan Dinas terkait di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatra Utara, Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tapanuli Selatan dan Dinas terkait di Lingkungan Kabupaten Tapanuli Selatan, serta berbagai elemen masyarakat sekitar tambang yang tergabung dalam Tim Terpadu. Tim Terpadu yang saat ini bertugas berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No.188.44/1807/KPTS/2019. Anggota Tim Terpadu ini akan berganti melalui pembaruan SK Gubernur Sumatra Utara setiap 4 tahun sekali.
Kegiatan pemantauan terpadu ini mencakup pengambilan sampel, pengantaran sampel untuk pengujian di laboratorium terakreditasi yang independen dan akurat di Jakarta, serta diseminasi dan sosialisasi hasil uji laboratorium.
Sejauh ini, setiap kali dilakukan pengujian, terbukti bahwa kualitas air sisa proses Tambang Emas Martabe ke Sungai Batangtoru telah memenuhi Baku Mutu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Diharapkan hasil uji ini bisa menjadi barometer kepercayaan masyarakat terhadap komitmen PTAR dalam pengelolaan lingkungan.