Selama pandemi berbagai produk investasi dalam kondisi lesu, namun tidak untuk peminat emas.
Hal menarik terjadi di sektor investasi logam mulia, sebab peminat emas khususnya emas batangan malah terus melonjak.Pandemi yang menciptakan perekonomian tidak stabil ternyata mampu membuat harga emas di pasaran terus meroket naik.
Selain itu, dengan kondisi harga yang terus meroket peminat emas ini justru melonjak naik. Mengapa hal ini bisa terjadi? Padahal kondisi perekonomian sedang lesu dan pemasukan menjadi tidak pasti. Namun masyarakat lebih percaya diri membelanjakan uang tunai yang dimiliki untuk menabung emas.
Baca Juga: Cara Memanfaatkan Limbah Pertambangan Emas
Harga Emas Melambung saat Ketidakpastian Ekonomi Terjadi
Di tengah pandemi, harga emas memang tinggi. Sebelum pandemi, kisaran harga ada di angka 800 ribuan. Ketika pandemi melanda harga emas ini bahkan tembus beberapa kali sejak Maret 2020 di angka 1 jutaan. Sekalipun turun tidak terlalu berarti karena masih di kisaran 900 ribuan mendekati 1 juta.
Dilansir dari situs resmi Logam Mulia dikabarkan harga emas per hari ini Sabtu (7/11/2020) menembus angka Rp 1.024.000 per gram. Harga ini bisa dikatakan sebagai harga rata-rata tertinggi sejak pandemi. Sebab di bulan Juli sempat menembus angka Rp 1.028.000 per gram. Dari data berikut, dapat dikatakan bahwa peminat emas saat pandemi memang cukup tinggi.
Alasan Peminat Emas Bertambah
Melihat harga emas yang terus melonjak dan kemudian diikuti oleh jumlah peminat emas yang juga terus merangkak naik. Tentu menjadi suatu fakta yang menarik untuk diketahui penyebabnya lebih dalam. Sebab dengan harga yang meroket kemudian di tengah perekonomian yang belum stabil, peminatnya terus bertambah.
Seorang perencana keuangan yakni Safir Senduk menjelaskan alasan mengapa jumlah peminat emas bertambah padahal harganya terus naik karena adanya kesamaan pada nilai intrinsik uang dengan nominal emas. Artinya nilai intrinsik dari emas setara dengan nilai nominalnya.
Nilai intrinsik sendiri merupakan sebuah nilai yang terkandung di dalam bahan pembuatan. Sedangkan nilai nominal adalah yang melekat pada suatu benda atau produk. Contoh paling mudah adalah pada uang. Uang memiliki nilai intrinsik sekaligus nilai nominal. Intrinsik didapat dari nilai material yang dipakai untuk membuat uang kertas atau logam. Sedangkan nilai nominal adalah nilai yang tercetak atau tercantum di fisik uang tersebut.
Nilai nominal selembar uang bisa hilang, yakni ketika fisiknya sobek atau berlubang. Sehingga uang yang terpotong atau sobek tidak dapat digunakan untuk membayar transaksi. Hanya bisa ditukarkan baru setelah mendapat yang fisiknya utuh, maka bisa dipakai kembali untuk bertransaksi.
Hal ini tidak berlaku pada emas, sebab dalam kondisi seperti apapun nilai tidak akan terpengaruh. Bahkan serpihan emas pun sangat berharga dan laku dijual untuk dijadikan sebagai uang tunai. Dalam kondisi perekonomian yang sulit seperti sekarang wajar jika banyak orang berubah menjadi peminat emas. Sebab mereka mengamankan nilai uang yang dimiliki dalam bentuk emas, supaya serusak apapun fisiknya. Nilai nominalnya tetap tinggi dan menguntungkan.
Baca Juga: Berapa Jumlah Produksi Emas Indonesia Pertahun?
Lalu, mengapa masyarakat beralih menjadi peminat emas? Padahal untuk mengamankan uang di tengah pandemi bisa dengan membeli produk investasi lain. Safir menjelaskan, bahwa kondisi ini terjadi karena di alam bawah sadar masyarakat sangat meyakini bahwa nilai jual emas akan selalu naik.
Jika Anda tertarik dengan informasi-informasi mengenai emas atau pertambangan emas, Anda bisa membaca artikel-artikel dari PT. Agincourt Resource di sini.