Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan salah satu prosedur yang wajib diimplementasikan dalam operasional perusahaan, khususnya perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan. Itulah mengapa seluruh kegiatan operasional yang dilakukan perusahaan pertambangan harus selalu mengacu pada prinsip kehati-hatian dan penekanan tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan karyawan.
Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat ditegakkan. Sehingga diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif, yang akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan.
Salah satu kunci keberhasilan perlindungan K3 terletak pada manajemen risiko. Manajemen Risiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi atau mencegah risiko-risiko bahaya yang rentan terjadi di area pertambangan, seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, dan suhu yang ekstrem.
Manajemen risiko terdiri atas lima langkah yang harus diterapkan berikut:
- Komunikasi dan Konsultasi. Komunikasi dan konsultasi dilakukan dengan melibatkan para pemangku kepentingan, baik internal maupun eksternal yang terkait. Komunikasi dan konsultasi tersebut dilakukan pada setiap tahap proses Manajemen Risiko, dan hasilnya menjadi pertimbangan dalam evaluasi Manajemen Risiko.
- Penetapan Konteks. Penetapan konteks terkait dengan penentuan batasan-batasan risiko yang akan dikelola, misalnya kegiatan dan proses rutin dan tidak rutin; perubahan-perubahan pada organisasi, lingkungan kerja, kegiatan, atau bahan/material; modifikasi pada sistem manajemen Keselamatan Pertambangan, serta dampaknya pada operasi, proses, dan kegiatan; fasilitas yang baru dibangun, peralatan atau proses yang baru diperkenalkan, serta kegiatan dan instalasi di dalam maupun di luar lokasi kerja; faktor personal pekerja; kegiatan semua orang selain pekerja yang memiliki akses ke tempat kerja; dan lainnya.
- Identifikasi bahaya. Sumber-sumber bahaya, area yang terpapar oleh bahaya, dan konsekuensi yang potensial harus diidentifikasi dengan mempertimbangkan berbagai hal terkait.
- Penilaian dan Pengendalian Risiko. Penilaian risiko dilakukan melalui proses evaluasi risiko untuk menentukan risiko dapat diterima atau tidak. Berdasarkan hasil penilaian risiko, ditetapkanlah langkah-langkah pengendalian terhadap risiko tersebut dengan mengikuti hierarki pengendalian risiko sebagai berikut:
- rekayasa, seperti eliminasi, substitusi, dan isolasi
- administrasi, seperti rambu peringatan, rotasi pekerja atau jadwal kerja, serta pembatasan jam kerja
- praktik kerja, seperti analisis keselamatan pekerjaan, prosedur kerja baku (standard operating procedure), instruksi kerja (work instruction), dan pelatihan (training)
- alat pelindung diri, yaitu memastikan penggunaan alat pelindung diri dengan tepat serta menerapkan dan mendokumentasikan langkah-Iangkah pengendalian yang sudah ditetapkan.
- Pemantauan dan Peninjauan. Pemantauan dan peninjauan harus dilakukan secara berkala untuk memastikan pengendalian risiko yang dilakukan telah memadai, terutama bila terjadi kecelakaan, ada kejadian berbahaya, terjadi Kejadian Akibat Penyakit Tenaga Kerja, terjadi Penyakit Akibat Kerja, terjadi perubahan peralatan, instalasi, dan/atau proses serta kegiatan dan/atau ada proses serta kegiatan baru.
Secara umum, dengan menerapkan Manajemen Risiko, perusahaan pertambangan akan dapat meminimalkan risiko kerugian yang lebih besar dan meningkatkan kepercayaan stakeholder dan pemerintah kepada perusahaan.