Pertambangan dan Aturan Mutlak Reklamasi Hutan

Mar 17, 2023

Pemerintah menerapkan kebijakan pengelolaan pertambangan yang berbasis pada pola rehabilitasi. Penerapan pola rehabilitasi ini diperlukan guna mengurangi efek penambangan yang berdampak pada keberlangsungan makhluk hidup. Ini berarti Sumber Daya Alam (SDA) yang telah dieksplorasi dan dieksploitasi perlu rehabilitasi guna mencegah dampak negatif di balik kegiatan penambangan.

Pada 2009, dikeluarkan Undang-Undang No.4/2009 terkait kewajiban reklamasi dan pascatambang yang melekat pada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dalam pasal 100 UU tersebut disebutkan bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan pascatambang. Jika pemegang IUP dan IUPK tidak melaksanakan reklamasi sesuai dengan rencana yang telah disetujui, maka menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan pascatambang dengan dana jaminan tersebut.

Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) juga mengeluarkan pedoman pinjam pakai kawasan hutan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.27/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2018. Dalam Permen ini dinyatakan bahwa para pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), termasuk pelaku usaha pertambangan, berkewajiban melaksanakan reklamasi hutan dan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS)

Kegiatan reklamasi pada area operasional wajib dilaksanakan pada area bekas pembukaan lahan yang sudah tidak ada kegiatan penambangan maupun pada area bekas kegiatan pembangunan fasilitas pendukung operasional penambangan dengan tahapan: kegiatan penataan lahan, pengendalian erosi dan sedimentasi, serta revegetasi dan pemeliharaan. Sedangkan untuk reklamasi area IPPKH yang sudah tidak ada kegiatan maka wajib dilakukan kegiatan reklamasi dengan penanaman jenis tanaman unggulan pada lokasi lahan reklamasi area IPPKH serta wajib melakukan rehabilitasi lahan di kawasan DAS.

Pada April 2019, Kementerian LHK pun berusaha bersinergi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) tentang Peningkatan Koordinasi Pelaksanaan Tugas Bidang LHK dan Bidang ESDM. MoU ini merupakan komitmen bahwa kedua kementerian akan berupaya bersama untuk mensinergikan tugas dan fungsi masing-masing dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip kerja sama, koordinasi, dan juga saling membantu, terutama terkait upaya meningkatkan produktivitas dari kegiatan pertambangan dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan.

Kemudian, pada 10 Juni 2020, dikeluarkanlah Undang-Undang (UU) No. 3/ 2020 yang menyempurnakan UU No. 4/2009. Sebelum UU No. 3/2020 ini diundangkan, pemerintah hanya bisa memberikan sanksi administratif kepada pelaku usaha. Namun, setelah terbit UU ini, eks pemegang izin pertambangan tetap mempunyai kewajiban melaksanakan reklamasi dan pascatambang dengan tingkat keberhasilan 100%. Karena berdasarkan UU terbaru ini, eks pemegang IUP dan IUPK yang izinnya dicabut atau berakhir tetapi tidak melaksanakan reklamasi/pascatambang atau tidak menempatkan dana jaminan reklamasi/pascatambang dapat dipidana paling lama 5 (lima) tahun penjara dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah). Selain sanksi pidana, pemegang IUP dan IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembiayaan pelaksanaan reklamasi dan/atau pascatambang yang menjadi tanggung jawab mereka.

UU ini telah memberikan pengaturan yang efektif dan komprehensif untuk menyelesaikan permasalahan pertambangan mineral dan batubara saat ini dan kedepannya, demi menjawab tantangan bahwa usaha pertambangan mineral dan batubara dapat memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan.

Harapannya, dengan aturan baru ini, lahan dan vegetasi hutan yang terganggu dapat dipulihkan dan berfungsi kembali secara optimal. Tercatat sepanjang 2012 – 2021 PTAR telah melakukan reklamasi di lahan seluas 36.22 hekater, menanam 41.000 bibit pohon di areal Tambang Emas Martabe, dan menanam 3000 bibit pohon di luar area Tambang Emas Martabe.  PT Agincourt Resources (PTAR), selaku pengelola Tambang Emas Martabe, turut berkomitmen untuk mengikuti peraturan pemerintah dalam menyiapkan reklamasi sejak perencanaan tambang demi mewujudkan pertambangan yang berkelanjutan.

BACA SELENGKAPNYA

Posting Terkait