Sejak lama di Sumatra, masyarakat hidup berdampingan dengan Harimau Sumatra (Panthera Tigris Sumatrae/Sondaica) dan mereka juga menghormati raja hutan tersebut seperti layaknya nenek moyang. Suasana damai itu telah menjadi bagian dalam kehidupan di masyarakat Aceh, Kerinci, Sumatra Utara, Minangkabau, dan Bengkulu. Adat, tarian, cerita rakyat penuh moral dan gerakan bela diri pun banyak yang dipengaruhi penghormatan masyarakat terhadap harimau.
Banyak julukan untuk Harimau di berbagai daerah. Di Aceh, harimau dipanggil dengan nama Rimueng sebagai bentuk penghormatan. Masyarakat Aceh saat itu juga percaya bahwa harimau memiliki nilai mistis. Masyarakat di Sumatra Utara memanggil harimau dengan nama “Ompung” atau kakek sebagai penghormatan mereka kepada kucing besar endemik Sumatra ini. Di Kerinci harimau dijuluki dengan nama Rimau dan dianggap sakral. Masih ada nama seperti Inyiak Belang atau Datuk Belang di masyarakat Minang untuk menuakan dan menghormati satwa yang dilindungi ini.
Namun kini kondisi harmonis antara manusia dan harimau sudah berbeda. Kedudukan inyiak belang yang dihormati dan disakralkan mulai tergeser. Meski nilai tradisi inyiak belang masih terdengar jejaknya, tetapi kadar kesuciannya telah berkurang. Kadar kesakralan Inyiak belang pun semakin jauh dari penghormatan adat. Sebaliknya, kini justru banyak konflik antara manusia dan harimau (human-tiger conflict). Harimau diburu dan dijerat, sehingga tercipta permusuhan antar keduanya.
Harimau diburu untuk dijual bagian tubuhnya yang meliputi kulit, kumis, cakar, ataupun opsetan utuh dan hingga saat ini telah menjadi komoditas, dan mengancam kelangsungan populasi harimau Sumatra. Perburuan harimau adalah tindakan kriminal dan melawan hukum karena melanggar pasal 21 Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Di pasar gelap harga bagian tubuh harimau dijual dengan harga Rp 5 juta sampai Rp 25 juta per lembar. Sedangkan taringnya ditawarkan mulai dari Rp400 ribu sampai Rp1,1 juta. Bagian tubuh harimau tersebut biasanya dijual di toko seni, penjual batu mulia, dan penjual obat tradisional secara sembunyi sembunyi.
Upaya Konservasi Harimau Sumatra
Harimau Sumatra adalah salah satu-satunya harimau sunda (Panthera Tigris Sondaica) yang tersisa dan terancam punah di dunia. Dengan hanya beberapa ratus individu yang tersisa di alam liar, diperlukan tindakan segera untuk memastikan kelangsungan hidup mereka. Sebelumnya di Indonesia terdapat tiga jenis harimau di kepulauan sunda yang dianggap satu spesies, yakni Harimau Jawa (Panthera Tigris Sondaica), dan Harimau Bali (Panthera Tigris Balica). Dua spesies terakhir sudah punah.
Saat ini populasi liar diperkirakan hanya tersisa kurang dari 800 ekor yang tersebar di seluruh wilayah Sumatra terutama di hutan lindung dan taman nasional. Penyelamatan harimau Sumatra yang terancam punah membutuhkan pendekatan multifaset yang membahas pelestarian habitat, upaya anti perburuan liar, keterlibatan masyarakat, dan potensi peran kebun binatang dan program penangkaran. Sangat penting bagi pemerintah, organisasi, dan individu untuk bekerja sama untuk memastikan kelangsungan spesies yang luar biasa ini untuk generasi mendatang.
PTAR turut mendukung upaya konservasi satu-satunya jenis spesies harimau yang masih dimiliki Indonesia ini bersama BKSDA Sumatra Utara dan Barumun Wildlife Sanctuary. Beberapa kali PTAR bersama lembaga terkait bersama-sama melepasliarkan harimau Sumatra di Aceh dan Taman Nasional Kerinci Seblat. Harimau-harimau tersebut sebelumnya terlibat konflik dengan manusia dan terjebak dalam perangkap yang diperuntukkan untuk rusa atau babi liar. BKSDA Sumatra Utara dan Barumun Wildlife Sanctuary membebaskan raja hutan ini dari perangkap dan menjauhkan dari warga setempat kemudian membawanya ke fasilitas penangkaran satwa liar di Padang Lawas, Sumatra Utara. Harimau yang terluka dirawat dan diobservasi selama beberapa bulan hingga tahun sampai dokter hewan dan para ahli menyimpulkan harimau ini siap untuk dilepasliarkan.
PTAR aktif terlibat dalam upaya perlindungan harimau ini karena PTAR tahu bahwa satwa ini memainkan peran penting dalam keseimbangan ekosistem sebagai apex predator atau pemangsa puncak. Harimau menjadi hewan karnivora yang menjadi salah satu predator utama dalam siklus rantai makanan di ekosistem Sumatra sehingga sekaligus memainkan peranan penting dalam menjaga keseimbangan antara herbivora dan vegetasi lain yang ada di alam.
Berkurangnya habitat akibat pembukaan lahan untuk pertanian, pembalakan liar dan perburuan hewan mangsa dapat mengakibatkan berkurangnya populasi harimau yang membuat mereka lebih rentan terhadap kelainan genetik dan membahayakan kelangsungan hidup jangka panjang mereka.
Selain itu, berkurangnya populasi harimau Sumatra berdampak pada ekosistem. Predator teratas ini memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan habitat mereka. Ketika jumlahnya menurun, populasi spesies mangsa, seperti rusa dan babi hutan, meningkat secara eksponensial, menyebabkan penggembalaan berlebihan dan degradasi habitat. PTAR juga memandang bahwa harimau ini menjadi satu-satunya harimau di Indonesia yang tersisa setelah harimau jawa dan harimau bali punah. Maka, harimau Sumatra ini adalah satu-satunya kekayaan plasma nutfah atau sumber daya genetik yang dimiliki oleh Indonesia. Dari sisi strategis, ini adalah kekayaan alam Indonesia yang patut dijaga karena tidak ada lagi di tempat lain di muka bumi ini.
PTAR memfasilitasi proses pelepasliaran dengan menyediakan helikopter, pilot yang kompeten, teknisi dan bahan bakar untuk membawa harimau Sri Nabila, yang dilepaskan di Gayo Lues, Aceh dan di Taman Nasional Kerinci Seblat, 500 km jauhnya dari lokasi tambang Martabe. Setelah Sri Nabila, pada pertengahan tahun 2022, PTAR kembali terlibat dalam pelepasliaran dua ekor harimau jantan dan betina bernama Surya Manggala dan Citra Kartini di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi. PTAR menyediakan helikopter yang membawa kandang lepas harimau ini karena mereka dilepaskan di area tengah hutan yang tidak terjangkau oleh alat transportasi darat dan sangat jauh dari pemukiman warga.
Presiden Direktur PTAR, Muliady Sutio, menyatakan dukungan PTAR dalam melepasliarkan harimau Sumatra ini merupakan bagian dari komitmen perusahaan untuk melanjutkan program pengelolaan lingkungan yang fundamental, terstruktur, dan kolaboratif dengan seluruh pemangku kepentingan.
“Kami terus berupaya memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk dalam hal konservasi lingkungan dan keanekaragaman hayati, pemberdayaan masyarakat, serta kesehatan dan keselamatan lingkungan. Konservasi Harimau Sumatra ini salah satunya,” kata Muliady.
Harimau Jawa dan Bali pada akhirnya dianggap sebagai subspesies yang berbeda, dengan nama ilmiah Panthera Tigris Sondaica untuk harimau Jawa dan Panthera tigris balica untuk harimau Bali yang dinyatakan punah pada Daftar Merah IUCN pada tahun 2008. Sementara harimau Sumatra (Panthera tigris Sumatrae) adalah subspesies harimau asli pulau Sumatra di Indonesia. Mereka sedikit lebih kecil dari sepupu mereka, harimau Royal Bengal, tetapi terkenal dengan bulu oranye gelap yang khas dan garis-garis hitam yang menonjol.
Baca Juga: Tambang Emas Martabe Donasikan Kendaraan Penyelamatan Satwa Sanctuary Harimau Sumatra Barumun
Harimau Sumatra adalah harimau dengan ukuran paling kecil dibanding semua spesies harimau di dunia namun dikenal sebagai harimau yang paling agresif. Warna bulunya paling pekat atau bersaturasi tinggi dengan kerapatan belang yang khas. Harimau Sumatra adalah harimau yang pandai berenang dan memiliki selaput di antara jari-jarinya, harimau Sumatra pandai memanjat pohon dan doyan memakan durian, sifat ini hanya dimiliki spesies terakhir harimau di Indonesia.
Status Populasi Saat Ini
Menurut perkiraan terakhir, populasi harimau Sumatra mencapai sekitar 800 individu di seluruh Sumatra, mulai dari Lampung hingga Aceh. Spesies ini sudah masuk dalam kode merah dalam daftar IUCN atau CE (Critically Endangered). Jumlah ini mengkhawatirkan dibandingkan dengan ribuan orang yang menjelajahi pulau itu satu abad yang lalu. Penurunan cepat dalam jumlah mereka terutama disebabkan oleh aktivitas manusia.
Harimau Sumatra pernah hidup subur di hutan hujan Sumatra yang rimbun, tetapi sekarang habitatnya telah berkurang menjadi petak-petak yang terfragmentasi. Saat makhluk agung ini berjuang untuk menemukan ruang yang cukup untuk berkeliaran dan berburu, peluang mereka untuk bertahan hidup semakin berat.
Harimau Sumatra menghadapi banyak ancaman yang berkontribusi pada status mereka yang terancam punah. Hilangnya habitat karena deforestasi, terutama didorong oleh konversi hutan untuk pertanian dan penebangan, telah secara signifikan mengurangi habitat yang tersedia. Pembukaan lahan secara masif untuk perkebunan kelapa sawit, khususnya, telah menjadi pendorong utama deforestasi di Sumatra.
Baca Juga: Tambang Emas Martabe Dukung Lepasliar Harimau Sumatera “Sri Nabilla” ke TNGL
Penggundulan hutan tidak hanya menghancurkan habitat alami harimau, tetapi juga mengganggu basis mangsanya. Dengan hilangnya tutupan hutan yang lebat, hewan mangsa menjadi lebih rentan terhadap pemangsaan dan perburuan liar, yang mengakibatkan penurunan jumlah mereka. Kelangkaan mangsa ini semakin memperparah tantangan yang dihadapi harimau Sumatra, mendorong mereka semakin dekat ke ambang kepunahan. Perburuan liar yang dilakukan oleh manusia terhadap hewan mangsa harimau seperti rusa, kancil, kambing, babi hutan turut menghambat peningkatan populasi harimau.
Selain itu, perburuan liar dan perburuan untuk bagian tubuh mereka, yang diyakini memiliki khasiat obat, semakin mengancam keberadaan mereka. Permintaan tulang harimau, kulit, dan bagian tubuh lainnya dalam perdagangan satwa liar mendorong pemburu untuk tanpa henti mengincar makhluk luar biasa ini. Terlepas dari upaya untuk memerangi perburuan liar, permintaan yang tinggi dan sifat menguntungkan dari perdagangan gelap ini terus menjadi tantangan yang signifikan dalam melestarikan populasi harimau Sumatra.
Organisasi konservasi dan pemerintah telah menyadari urgensi melindungi harimau Sumatra dan habitatnya. PTAR bersama BBKSDA dan pihak terkait tak kenal lelah memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat di sekitar Batang Toru tentang pentingnya perlindungan terhadap satwa liar yang dilindungi, tidak hanya harimau Sumatra, tetapi juga satwa liar lain seperti orangutan, tapir, kambing hutan, burung kuau raja dan lain-lain.
Upaya sedang dilakukan untuk membangun kawasan lindung dan menegakkan hukum yang lebih ketat terhadap perburuan liar dan penebangan liar. Namun, jalan menuju pemulihan panjang dan menantang. Kesadaran dan dukungan masyarakat sangat penting dalam menjamin kelangsungan hidup harimau Sumatra. Dengan memahami ancaman yang mereka hadapi dan pentingnya konservasi mereka, PTAR bersama masyarakat dapat bekerja sama untuk mengamankan masa depan makhluk luar biasa ini dan kekayaan keanekaragaman hayati Sumatra.