Kelestarian hutan mangrove atau hutan bakau di Sumatera Utara dalam keadaan kritis. Abrasi air laut menjadi ancaman serius bagi empat kabupaten di provinsi ini, yaitu Mandailing Natal, Langkat, Deli Serdang, dan Tapanuli Tengah. Panjang kerusakan pantai mencapai lebih dari 15 kilometer dan merusak pemukiman, prasarana umum, dan sosial. Kerugian tidak hanya seperti yang terlihat, dampak rusaknya hutan mangrove juga berpengaruh pada iklim dan keanekaragaman hayati setempat.
Akhir tahun lalu Presiden Joko Widodo menyerukan agar sebagian anggaran yang ada di Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) digunakan untuk memperbaiki lahan mangrove selain juga untuk pengelolaan sampah. “Sudah konsentrasi di situ karena banyak lahan mangrove kita yang memang harus kita perbaiki, konsentrasi di situ,” ucap Presiden dalam Kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Baca Juga: Jaga Lingkungan Sungai Batangtoru Agincourt Resources Terus Pertahankan Baku Mutu Air Sisa Proses
Meskipun tidak ada kaitannya dengan seruan presiden Joko Widodo, dua bulan kemudian PT Agincourt Resources (PTAR) melakukan langkah nyata dengan menanam mangrove sebanyak 30.000 bibit di desa Aek Garut, Kecamatan Pandan, Tapanuli Tengah. PTAR secara konsisten memang berkomitmen untuk selalu terlibat dalam setiap usaha pelestarian alam demi keberlanjutan lingkungan.
Baca Juga: Peringati Hari Menanam Pohon Indonesia, PTAR Ajak Masyarakat Peduli Lingkungan
Mangrove untuk Pembangunan Berkelanjutan
Wakil Presiden Direktur PT Agincourt Resources (PTAR), Ruli Tanio mengatakan aksi menanam pohon mangrove ini merupakan salah satu langkah PTAR dalam melihat masa depan yang harus melibatkan pertumbuhan berkelanjutan.
“Semua manusia menginginkan kehidupan yang lebih baik, tetapi hal itu tidak memungkinkan ketika daya dukung lingkungan tidak mendukung,” jelasnya kepada awak media. Tidak hanya menanam bibit pohon bakau, PTAR juga menyediakan 20.000 bibit kerang dari jenis lokus untuk disebar. Kombinasi pohon mangrove dan kerang diharapkan dapat menumbuhkan sebuah ekosistem baru yang sehat dan segar.
Menurut Ruli, langkah yang diambil perseroan ini merupakan langkah kecil dalam menjaga bumi yang berkelanjutan untuk jangka panjang. Di saat nantinya tambang Emas Martabe sudah tidak lagi beroperasi, PTAR berharap wilayah sekitar tambang akan menjadi surga yang penuh dengan keanekaragaman hayati dengan kembalinya fungsi-fungsi ekosistem.
“Kita selalu bergerak dari satu program ke program lain, dengan serius mengejawantahkan yang berdampak baik kepada masyarakat,” sebut Ruli. Ia berharap apa yang dilakukan perseroan mendapatkan respons yang baik dari semua stakeholder agar dapat berkolaborasi mewujudkan indonesia lebih baik.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan Indra Exploitasia turut mengapresiasi apa yang dilakukan PTAR sekaligus merayakan hari lahan basah sedunia.
“Dalam hal ini kementerian turut berkontribusi dalam bibit dan akan melakukan pelestarian untuk menjaga keanekaragaman hayati yang ada,” ujarnya. Perlu diketahui bahwa mangrove Indonesia merupakan mangrove terluas dan terbesar di dunia dengan luas sekitar 3,6 juta hektar. Indonesia sebagai negara kepulauan dan salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, terletak di iklim tropis, jelas sangat membutuhkan hutan bakau untuk mempertahankan luas daratan sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem.
Mangrove atau hutan bakau adalah formasi tumbuhan spesifik dan tumbuh serta berkembang di kawasan berpasir di daerah tropis dan subtropis. Seperti dikutip dari jurnal Oseana Vol. XXVI No. 4, kata mangrove berasal dari perpaduan Bahasa Portugis “mangue” dan Bahasa Inggris “grove”.
Baca Juga: Pertambangan dan Aturan Mutlak Reklamasi Hutan
Mangrove memiliki nama latin rhizophora dari genus Rhizophora, suku Rhizophoraceae. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri yang mencolok berupa akar tunjang yang besar dan berkayu, pucuk yang tertutup daun penumpu yang meruncing, serta buah yang berkecambah serta berakar ketika masih di pohon (vivipar). Pohon bakau memiliki banyak nama lain tergantung daerah masing-masing di Indonesia seperti tancang, tanjang; tinjang; bangko; kawoka, wako, jangkar, dan lain-lain. Menurut data di kkp.go.id, luas hutan mangrove di dunia 16.,53 juta hektare dan 20% atau sekitar 3.,49 juta hektar ada di Indonesia.
Dari 3,5 juta hektar itu, lebih dari 600.000 hektar hutan mangrove dalam keadaan kritis. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan, karena itu harus segera ada tindakan nyata. Apa yang dilakukan oleh PTAR dengan menanam 30.000 bibit bakau mungkin terlihat kecil, tetapi harus dilakukan. Hutan mangrove memegang peran yang penting dalam ekosistem dan juga kehidupan manusia. Fungsi hutan bakau di antaranya adalah menahan gelombang laut yang dapat mengikis daratan pantai, menjadi produsen oksigen dan menyerap karbondioksida sekaligus menjadi tempat hidup biota laut seperti jenis ikan-ikan kecil, termasuk kerang, udang, kepiting dan hewan laut lainnya.
Berbagai Manfaat Hutan Mangrove
Dalam kegiatan ini, PTAR juga menyebar benih kerang untuk merangsang pertumbuhan ekosistem setempat. Bisa dibayangkan betapa kekayaan yang bisa didapat dari lestarinya hutan mangrove ini karena begitu banyak hewan yang berlindung, mencari makan dan berkembang biak di hutan ini. Tidak hanya hewan laut, tetapi burung-burung laut pun memanfaatkan hutan mangrove sebagai sumber kehidupan mereka. Kerang juga berfungsi menyuburkan tanah di mana mangrove tumbuh dan juga menarik biota laut lainnya untuk hidup dan berkembangbiak di hutan mangrove.
Dengan demikian, PTAR secara langsung telah merintis terbentuknya sebuah ekosistem baru. Tumbuhnya bibit hutan mangrove menjadi hutan mangrove yang utuh akan menarik satwa lain untuk mencari makan, berlindung dan berkembang biak. Dengan terbentuknya sebuah ekosistem, maka keanekaragaman hayati di hutan mangrove juga akan naik secara bertahap.
Baca Juga: Tanam Bibit Mangrove, PTAR Lestarikan Wilayah Pesisir Tapanuli Tengah
Hutan mangrove, seperti jenis hutan lainnya, memiliki berbagai peran seperti menjadi penyaring air laut sehingga air tawar di daratan tetap terjaga; menahan gelombang air dan angin dari laut sehingga melindungi daratan, pantai dan sungai; menahan penimbunan lumpur sehingga menjaga ekosistem laut dari kerusakan. Hutan mangrove juga menjadi sumber makanan bagi plankton dan menyediakan kelangsungan rantai makanan, tempat pemijahan dan perkembangbiakan berbagai jenis ikan, kerang, kepiting, udang dan hewan laut lainnya. Mangrove pun menjadi tempat berlindung, bersarang, dan berkembang biak berbagai jenis burung dan satwa lain, sumber plasma nutfah dan sumber genetik dan merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.
Beberapa material yang memiliki nilai ekonomis juga bisa didapatkan dari hutan mangrove seperti batang kayu pohon bakau yang bisa digunakan sebagai bahan bakar arang dan bahan bangunan. Kayu bakau juga bisa digunakan sebagai bahan baku pulp untuk kertas atau tekstil. Hutan mangrove bisa menghasilkan bahan-bahan untuk kosmetik, obat-obatan, pewarna tekstil, dan kertas. Hutan mangrove yang telah stabil menjadi rumah dan tempat berkembangbiak bagi berbagai bibit ikan, kepiting, nener, dan berbagai biota lain.
Karakteristik pohon bakau yang menjadi spesies utama dalam hutan mangrove merupakan karakter unik karena tumbuhan ini dapat tumbuh di darat dan laut. Tanaman bakau memiliki sistem perakaran yang menonjol untuk menunjang hidup di dua alam, berbeda dengan akar pohon di darat, akar bakau dikenal dengan akar nafas atau pneumatofora. Sistem tersebut membuat tanaman lebih tahan di lingkungan dengan kadar oksigen minimum. Selain itu, dengan sistem akar yang lebih lebat, rapat, dan rumit, mangrove dapat mengendapkan sisa bahan organik yang dibawa air dari darat menuju laut. Endapan inilah yang menyediakan berbagai mineral dan larutan makanan bagi biota laut. Endapan ini juga bisa membentuk daratan dalam jangka waktu yang panjang.
Baca Juga: Inovasi Seed ball dalam Upaya Reklamasi dan Rehabilitas Lahan Tambang
Salah satu cara mangrove berkembang biak adalah dengan jatuhnya biji dari buah mangrove ke dalam air dan terbawa perlahan ke perairan. Benih ini akan tumbuh dan membentuk koloni mangrove yang baru di depan hutan mangrove induk. Proses seperti ini lama kelamaan akan membentuk daratan sehingga terbentuklah pulau atau daratan baru. Akar mangrove yang menyaring larutan dari darat membuat air laut menjadi lebih bersih dan jernih.
Menanam Pohon, Menekan Dampak Pemanasan Global
Pada aksi menanam mangrove “Dari Hati Untuk Bumi” di Aek Garut, Kecamatan Pandan, Tapanuli Tengah, PTAR memberdayakan kelompok Tani Hutan Mandiri Lestari, sebuah kelompok tani lokal yang telah berpengalaman membudidayakan benih mangrove selama tiga tahun. Benih mangrove yang disiapkan adalah dari jenis lokal rhizophora siap tanam dengan rentang usia 4 hingga 6 bulan di persemaian dengan tinggi pohon 50-80 centimeter, sementara benih kerang yang dilepas di hutan mangrove dari jenis lokus dengan kondisi sehat dan segar. Benih mangrove tersebut ditanam dengan jarak 1×3 meter dengan tetap mempertimbangkan batas surut air laut. Diperkirakan proses penanaman memakan waktu sekitar 2 hingga 3 bulan dengan masa pemeliharaan dan pengawasan 2 tahun dan bisa saja diperpanjang bila dirasa perlu.
Menjadi sebuah kebanggaan ketika 20% lahan mangrove dunia ada di Indonesia. Meski demikian, perlu diketahui bahwa ternyata luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Sekitar 15 sampai 20 tahun lalu luas hutan bakau di Indonesia masih sekitar 8 juta hektar. Sebaran mangrove ada di pesisir Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Luas lahan tersebut terus mengalami penurunan seiring berkembangnya waktu. Tetapi bila ditilik angkanya, dari 8 juta hektar menjadi 3,.5 juta hektar tentunya sebuah nilai yang memprihatinkan. Betapa tidak, kita kehilangan sekitar 5 juta hektar lahan bakau dalam kurun waktu hanya 20 tahun!
Dengan kencangnya laju kerusakan yang dialami oleh hutan bakau di Indonesia, maka hal ini tidak lagi bisa ditangani oleh satu pihak tetapi harus melibatkan semua unsur masyarakat, sektor swasta dan pemerintah. Tokoh adat, agama, dan tokoh lain yang berpengaruh di masyarakat selayaknya dilibatkan dalam upaya mensyosialisasikan fungsi mangrove.
Baca Juga: Lestarikan Wilayah Pesisir Tapanuli Tengah Agincourt Resources Tanam 30.000 Bibit Mangrove
Di sisi lain, penegakan hukum secara tegas harus diterapkan terhadap para perusak hutan mangrove.
Pengembangan hutan bakau menjadi objek wisata dengan memberi kewenangan penuh kepada masyarakat setempat sebagai pengelola, merupakan contoh dari konsep simbiosis mutualisme, seperti yang diterapkan di berbagai daerah di Pulau Jawa dan Sumatera.
Kemudian, menjadikan hutan bakau sebagai tempat budidaya ikan atau kepiting juga merupakan penerapan konsep simbiosis mutualisme antara hutan bakau dengan masyarakat. Dengan berperan serta dalam melestarikan hutan mangrove, PT Agincourt Resources selain ikut dalam upaya mencegah dampak pemanasan global, juga mendukung masyarakat agar bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari hutan mangrove dan warga setempat akan selamanya menjaga hutan mangrove sebagai tempat mencari nafkah.
Aksi pelestarian lingkungan PTAR tidak berhenti di hutan mangrove saja. PTAR bekerja sama dengan masyarakat dan pihak terkait menanam 1.000 bibit pohon produktif pada November 2022 di Ddaerah aliran sungai Garoga yang mengalir membelah Kecamatan Batangtoru, Tapanuli Selatan. Jenis pohon yang ditanam merupakan pohon buah yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi warga Ssekitar seperti durian, alpukat, mangga, dan trembesi. Dengan demikian, PTAR berharap pohon-pohon tersebut selain dapat menjaga ekosistem sungai Garoga, juga sekaligus dapat memberikan manfaat ekonomi bagi warga setempat.
Baca Juga: Mitigasi Bencana Akibat Pemanasan Global dengan BangunEkosistem Mangrove
Bulan Juni di tahun yang sama, PTAR juga menginisiasi kegiatan menanam 200 bibit pohon di area sekolah SMKN 2 Pertambangan Batang Toru. Selain menanam 200 bibit pohon, PTAR menyerahkan 1.200 bibit pohon kepada masyarakat di sekitar area Tambang Emas Martabe, yakni masyarakat di Kecamatan Batangtoru dan Muara Batangtoru. Sejak pertama kali mengelola Tambang Emas Martabe, PTAR telah menanam lebih dari 41.000 bibit pohon dengan potensi penyerapan karbon sekitar 1 juta ton dan produksi oksigen sekitar 18 juta kilogram per tahun.